Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat

BlogSpiritualisme Calabai Bugis

Spiritualisme Calabai Bugis

Bissu dan calabai adalah makhluk Tuhan yang sengaja dilahirkan untuk mengabdi. Pertama-tama mengabdi pada Tuhan dan yang kedua berkhidmat pada kemanusiaan.”

Begitulah kalimat yang diucapkan salah seorang bissu di Segeri, yang sebut saja bernama  Bissu KE mengawali ceritanya.  Sebagai catatan, bissu adalah seorang balian, yang juga dianggap sebagai gender kelima di masyarakat Bugis. Ia adalah meta-gender. Sementara calabai adalah lelaki yang berjiwa perempuan.

“Itulah sebabnya mereka dilahirkan dalam fisik laki-laki, tetapi memiliki jiwa perempuan. Sebuah perpaduan gender untuk memaksimalkan pengabdiannya tersebut.” Lanjut Bissu KE dengan ceritanya.

Apa yang dikatakan Bissu KE ini selaras dengan kisah-kisah yang diceritakan dalam I La Galigo dan begitulah kenyataan yang dirasakan oleh masyarakat, khususnya di Segeri-Pangkep, selama ini. Lalu mengapa para calabai itu, kini seakan-akan hanya terkait dengan persoalan seksualitas semata? Hanya dipandang sebagai hubungan antara sesama jenis yang dinista beramai-ramai? Padahal Sharym Graham menyebutkan, dalam penelitiannya, para calabai dan calalai yang ditemuinya tidak ada yang senang disebut gay maupun lesbian.

Saya tidak langsung menjawab pertanyaan di atas. Tetapi pertama-tama saya ingin bercerita kisah para calabai dan bissu di Sulawesi Selatan di zaman kerajaan. Kisah ini saya sadur dari cerita seorang bissu di Sigeri bernama KE. Demikian kisahnya:

Bissu dan calabai (kebanyakan bissu juga calabai) pada masa masih tegaknya beberapa kerajaan di Bugis-Makassar, menjadi subjek yang cukup penting. Mereka menjadi pemandu dalam setiap upacara adat, sekaligus balian yang memimpin ritual dan mengobati orang sakit. Selain itu para calabai-bissu ini juga bertugas mendampingi para pangeran, memperkenalkan adat istiadat dan tata krama seorang raja.

Namun di satu titimangsa, tatkala kerajaan tempat mereka mengabdi, sebut saja kerajaan Bunian, akan diserang kerajaan lainnya, para bissu dan calabai ini menjadi gundah-gulana. Mereka mencintai hidup yang damai. Mencintai kehidupan. Jika kerajaan lain menyerang Bunian, maka yang akan terjadi adalah peperangan. Apa pun alasannya, peperangan selalu menebar kepedihan, kekerasan bahkan kematian. Para calabai dan bissu tidak ingin kehidupan yang damai terancam. Tak mau mereka, rakyat berada dalam nestapa karena perang. Maka menghadaplah para bissu dan calabai ke hadapan raja. Mereka mengutarakan niat untuk mencegah kedatangan bala tentara musuh. Mereka menyampaikan, bahwa para bissu dan calabai akan maju menyongsong bala tentara musuh. Bissu dan calabai  tidak akan berperang, tetapi akan merayu musuh yang akan datang menyerbu.

Raja tidak langsung menyetujui. Dipandanginya para bissu dan calabai di hadapannya. Raja seakan mengukur niat yang ada di hati mereka. Tetapi tak ada maksud lain terlihat dari pancaran mata para calabaidan bissu ini. Yang ada hanya keinginan semata mencegah terjadinya perang. Lalu raja pun bertitah, “kalian kurestui untuk mencegah kedatangan musuh. Lakukanlah apa yang kalian mampu untuk menahan mereka masuk ke kerajaan kita.”

Berangkatlah para calabai dan bissu. Dengan diiringi ritual dan mantra, mereka mengubah penampilan, menjadi putri yang memikat. Tidak lama musuh telah berada di depan mata. Setelah menguatkan niat dan tekad mereka pun muncul di hadapan bala tentara musuh. Kini mereka telah bersalin penampilan dan memoles rupa menjadi seorang putri. Bala tentara musuh dibuat kepincut. Mereka segera menyongsong para bissu dan calabai. Mereka telah terjatuh dalam persangkap. Terpikat oleh buaian bissu dan calabai. Sebagian mungkin sudah di bawah pengaruh mantra. Di hadapannya hanyalah seorang putri cantik belaka.

Para tentara musuh berlomba menarik para calabai dan bissu tersebut. Para bissu dan calabai hanya bisa pasrah. Diperlakukan tidak senonoh oleh bala tentara musuh. Tetapi mereka telah berjanji dalam hati, hasrat dan nafsu harus dibuang jauh-jauh. Yang mereka lakukan demi untuk negeri tercinta. Mereka hanya ibarat benda mati. Tetapi hasrat para tentara musuh semakin berkobar. Mereka ingin mencicipi tubuh para calabai dan bissu tersebut lebih jauh. Hasrat itu tidak bisa ditolak oleh para calabai dan bissu. Untuk menguatkan tekad melayani  pasukan musuh, para calabai-bissu hanya membayangkan rakyat negerinya yang akan menderita jika terjadi perang.

Maka perbuatan nista itu pun terjadi. Langit menjadi kelam dan guruh meledak di angkasa. Setelah peristiwa itu dewa pun mengutuk semua yang terlibat dalam perbuatan yang terlarang itu. Mereka diserang wabah penyakit. Pasukan musuh, bissu dan calabai terkapar tidak berdaya. Lalu para bissu dan calabaimemaksakan dirinya bangkit. Mereka duduk melingkar dalam satu ritual. Mantra-mantra berhembus ke langit. Doa-doa mengetuk pintu para dewata. Lalu terdengarlah suara para calabai dan bissu, lirih tapi menggetarkan.

“Para dewa, jika kami melakukan perbuatan laknat itu karena birahi semata, maka kutuklah kami. Biarlah kami mati bersama para bala tentara musuh. Tetapi sungguh kami melakukan itu hanya atas nama kemanusian. Kami mencintai kehidupan. Kami tidak ingin peperangan. Kami tidak ingin rakyat negeri kami menderita dirundung kekerasan.”

Alam terdiam. Angkasa menjadi senyap. Angin seakan berhenti bertiup. Lalu suara para bissu dan calabai kembali terdengar.

“Kami, yang telah ditakdirkan menjadi bissu dan calabai, sejak dari dulu telah berjanji, akan mengekang seluruh hasrat dan keinginan syahwat. Jika hari ini dan hari-hari yang akan datang, begitu pun keturunan kami yang ditakdirkan menjadi bissu dan calabai, memperturutkan birahi semata, maka biarlah seluruh ilmu, seluruh mantra dan seluruh  pengetahuan kami, engkau cabut seketika.”

Lalu alam yang gelap dan sunyi, sekali lagi bergemuruh. Tiba-tiba kegelapan tersingkap. Para bissu dan calabai yang tadinya lunglai menggelepai, segar dan tegar kembali. Segala penyakit yang tadinya ikut ditimpakan kepadanya sirna entah ke mana. Sementara bala pasukan musuh geringnya makin parah. Lalu satu persatu mereka menemui ajal.

Mendengar cerita Bissu KE ini, saya ikut terpesona. Meskipun cerita ini ibarat sebuaah dongeng, tetapi satu hal yang ingin disampaikan: “Para calabai dan bissu di Bugis, tidak ada yang mementingkan syahwat. Orientasinya bukanlah seksualitas. Mereka meyakini fungsi mereka adalah untuk spiritualitas. Mereka ada untuk menjaga kehidupan. Mereka hidup untuk memelihara kemanusiaan.

Dan demikianlah, kata Bissu KE, ketika pertama-tama tiba di Sigeri. Para bissu dan calabai adalah pelayanan masyarakat. Mereka mengobati yang sakit, membantu persalinan, menata acara-acara pesta dengan menjadi jennang, memandu ritual siklus hidup yang rutin dilakukan, dan yang paling menantang adalah mengobati lelaki yang mengalami masalah impotensi. Konon yang terakhir ini adalah godaan terhadap para calabai dan bissu. Bisakah mereka mengontrol dan menguasai syahwatnya?  Tetapi percayalah, kata Bissu KE, siapa pun yang tidak bisa mengontrolnya, ia akan kehilangan seluruh kemampuan dan ilmunya. Syukur-syukur tidak kena kutukan penyakit.

Selain mengabdikan diri menjadi balian, sanro, jennang, indo botting, para calabai, khususnya bissu, rutin menempa jiwa. Membatasi hasrat dengan berpuasa. Sering kali mereka hanya makan pisang sekedar pengganjal perut. “Kebiasaan saya selain puasa, hanya makan pisang sehari-hari” Kata Puang MS. Dengan cara itu kami mengendalikan keinginan nafsu untuk mengisi perut dengan apa saja. Dengan itu pula kami menyelami hidup prihatin.” Selain itu di antara para calabai tersebut adalah orang-orang yang rutin ke Masjid, qari yang bersuara merdu, banyak pula yang sarjana agama, yang lainnya naik haji setelah mengumpulkan uang sekian lama (berbagai ritual islami yang dijalani para calabai dan bissu ini akan saya tulis di kesempatan lain).

Itulah sebabnya, para calabai dan bissu ini risi jika disamakan dengan gay. Dalam pandangan mereka, gay adalah istilah yang tidak mereka kenal. Berasal dari peradaban dan kebudayaan yang berbeda. Bagi mereka kebudayaan gay belum tentu sama dengan calabai. Karena ketika para gay itu masih mementingkan  birahi (meskipun tentu saja tidak semuanya begitu), maka mereka jelas berbeda dengan para calabai dan bissu di Bugis. Para bissu dan calabai ditakdirkan untuk menempuh jalan spiritual. Mengendalikan syahwat untuk kepentingan pengabdian pada Tuhan dan kemanusiaan. 

Mereka yang menjadi calabai, tetapi tidak memahami laku spiritual dari kaum ini, hanya akan menjadi calabai kedo-kedonami atau paccalabai. Mereka tidak akan sampai pada tingkat calabai tungkena lino atau calabai dewata. 

Jika para calabai dan bissu Bugis orientasinya adalah spritualitas dan pengabdian pada kemanusiaan, (kembali pada pertanyaan di awal tadi) lantas mengapa akhir-akhir ini mereka ramai-ramai ditolak?  Para calabai itu sendiri yang menjawabnya. Katanya sejak di beberapa negara Eropa dan Amerika melegalkan perkawinan sesama jenis, mereka juga kena imbasnya. Mereka dianggap juga memiliki tujuan yang sama dengan perjuangan kaum LGBT di negeri luar itu. Demikian halnya ketika Kedutaan Prancis menaikkan bendera LGBT, mereka lagi-lagi kena imbasnya, dianggap atau paling tidak setuju dengan promosi LGBT.   Begitu pun ketika di beberapa podcast, tampil para gay yang menyentil tentang hubungan sesama jenis, lagi-lagi mereka juga kena imbasnya. 

Padahal, kata para calabai di Bugis, mereka tidak sedikit pun punya kegiatan yang menginginkan pelegalan perkawinan sesama jenis.  Mereka juga tidak sembrono mempromosikan LGBT ke ruang publik. Bagaimana pun, mereka tetap memahami makna sipakatau (saling memanusiakan) dan sipakalebbi (saling memuliakan). Mereka paham, selama ini calabai bisa tetap eksis di tengah-tengah masyarakat, diterima, bahkan diakui perannya,  karena kemampuannya beradaptasi dan menghargai nilai-nilai bersama.  Dan yang paling penting, mereka yakin, begitu mereka hanya mengedepankan syahwat semata, maka kutukan akan turun menimpa.  Dan tentu saja mereka menghindari itu.

Oleh: Syamsurijal, Peneliti Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dewan Pengawas LAPAR Sulsel

Terbaru

Lainnya