Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat

HeadlineOpen Recruitmen KUDETA Angkatan III 2023

Open Recruitmen KUDETA Angkatan III 2023

Tentang Kursus Demokrasi, Toleransi, dan Advokasi (KUDETA) Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat Sulawesi Selatan

Latar Belakang KUDETA

Di Indonesia, keberagaman menjadi salah satu ciri khas yang menjadi kekuatan bangsa. Namun, persoalan toleransi dan keberagaman menjadi isu yang terus muncul dan perlu mendapat perhatian serius. Data yang dirilis oleh Komnas HAM pada 2020 menunjukkan bahwa terdapat 155 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang didasarkan pada agama dan kepercayaan, dengan mayoritas terjadi di Papua dan Maluku. Di sulawesi selatan juga masih kerap terjadi kasus intoleransi. Pada tanggal 28 Maret 2021, gereja katedral di Makassar, Sulawesi Selatan, menjadi sasaran serangan teror yang melukai sebanyak 20 orang warga. Pelaku diduga merupakan anggota jaringan teroris. Serangan ini menunjukkan adanya kasus intoleransi di Sulawesi Selatan yang berkaitan dengan kebebasan beragama dan keamanan di tempat ibadah.

Selain serangan teror di Gereja katedral Makassar, ada beberapa kasus intoleransi agama lainnya yang terjadi di Sulawesi Selatan. Pada tahun 2019, Gereja di Kabupaten Sigi diserang oleh sekelompok orang yang tidak dikenal. Selain itu, terdapat juga beberapa kasus diskriminasi terhadap minoritas agama, seperti Muslim Ahmadiyah dan Syiah. Survei yang dilakukan oleh Indonesia Survey Institute pada tahun 2020 menunjukkan bahwa 47,7 persen responden mengalami diskriminasi dan kekerasan verbal di media sosial yang didasarkan pada agama atau suku.

Selain itu, intoleransi juga menyasar perempuan sebagai korban. Pada tahun 2020, Data dari Komnas Perempuan, menunjukkan bahwa intoleransi dan kekerasan terhadap perempuan yang didasarkan pada agama atau budaya masih menjadi masalah yang perlu diatasi. Pada tahun yang sama, terdapat 379 kasus kekerasan terhadap perempuan yang didasarkan pada agama atau budaya. Data tersebut menunjukkan bahwa intoleransi terhadap perbedaan masih menjadi masalah serius di Indonesia. Hal ini mengancam keamanan dan keselamatan masyarakat serta menghambat kemajuan bangsa.

Bukan hanya persoalan toleransi yang menyulut perhatian di Indonesia, persoalan demokrasi yang saat ini berjalan di Indonesia juga belum bisa dirasakan oleh kebanyakan masyarakat, khususnya komunitas lokal dan kelompok marjinal. Masih terdapat beberapa komunitas lokal dan kelompok marjinal yang tidak mendapatkan keadilan dalam sistem demokrasi. Salah satu contohnya adalah komunitas adat yang masih menghadapi banyak kendala dalam mempertahankan hak-hak adat mereka. Meskipun undang-undang telah memberikan pengakuan terhadap hak-hak adat, namun seringkali terjadi konflik kepentingan dengan pihak lain seperti perusahaan atau pemerintah yang merampas tanah dan sumber daya alam yang menjadi tempat tinggal atau mata pencaharian masyarakat adat. Terdapat juga kelompok miskin dan tidak mampu yang belum mendapatkan hak-hak yang seharusnya dipenuhi dalam sistem demokrasi, seperti hak atas pendidikan dan kesehatan yang layak serta hal hidup lainnya. Masih banyak daerah di Indonesia yang terisolasi dan kurang terjangkau oleh pemerintah, sehingga masyarakat di daerah tersebut tidak mendapatkan akses yang sama dan berkeadilan.

Ditengah berbagai persoalan yang saat ini terjadi di Indonesia, harusnya menjadi perhatian bagi generasi muda sehingga hal tersebut menjadi faktor pendorong bagi mereka untuk terlibat dalam aktivisme. namun generasi muda yang saat ini tumbuh diera globalisasi dan teknologi informasi yang pesat  justru Sebagian besar dari mereka tidak tertarik lagi menjadi seorang aktivis. Hal tersebut disebabkan ketidakpercayaan mereka terhadap politik, prioritas gaya hidup yang berbeda; generasi milenial lebih memilih fokus pada karir, gaya hidup, dan pengalaman sosial daripada terlibat dalam kegiatan aktivis. Banyak yang beranggapan bahwa menjadi aktivis tidak memberikan pengaruh yang besar bagi kehidupan mereka. Factor selanjutnya adalah pengaruh individualisme, generasi milenial cenderung lebih individualis dan tidak begitu memprioritaskan tujuan kolektif. Hal ini membuat mereka kurang tertarik pada kegiatan yang melibatkan kerjasama dan kolaborasi dengan orang lain . sementara generasi muda merupakan generasi yang sangat penting dalam perkembangan sosial, politik, dan ekonomi di masyarakat saat ini. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk terlibat dalam kegiatan sosial dan memiliki peran dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini.

Menyadari persoalan yang telah dijelaskan sebelumnya mulai dari persoalan toleransi, keberagaman, demokrasi dan kurangnya minat generasi muda untuk terlibat dalam kerja-kerja aktivis yang mengawal demokrasi dan terwujudnya keadilan bagi seluruh warga negara, Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak rakyat  (LAPAR) Sulsel berinisiasi  merancang sebuah program untuk orang muda yaitu Kursus Demokrasi, Toleransi, dan Advokasi (KUDETA) yang memfasilitasi orang muda untuk lebih memahami terkait Demokrasi dan toleransi serta memberikan pengalaman advokasi bagi alumninya dengan terlibat langsung dalam advokasi komunitas lokal dan kelompok Marjinal yang telah didampingi LAPAR Sulsel.

Tujuan KUDETA

Program ini bertujuan agar peserta memiliki pemahaman dasar terkait isu yang digeluti LAPAR Sulsel;

  1. Memiliki pemahaman terkait isu demokrasi, sehingga memiliki dasar dalam merespon perkembangan demokrasi.
  2. Memiliki pemahaman dasar terkait toleransi dan pluralisme dalam merespon isu keberagaman di Indonesia khususnya di sulsel.
  3. Memiliki pemahaman dasar dalam mendampingi atau mengadvokasi kasus-kasus terkait isu demokrasi, Pluralisme dan kebudayaan.
  4. Sebagai model pengkaderan dan wadah menyeleksi Volunteer LAPAR Sulsel.
  5. Menciptakan kader yang militan dan progresif
  6. Memberikan pengalaman Advokasi kepada peserta.

Alur Kegiatan

Kursus Demokrasi, Toleransi, dan Advokasi (KUDETA) akan berlangsung selama 4 Hari diselenggarakan secara offline di Kantor LAPAR Sulsel. Peserta terlebih dahulu mengikuti proses seleksi yang telah ditetapkan oleh panitia pelaksana KUDETA yaitu mengisi google form yang telah dibuat oleh panitia, mengikuti tes wawancara dan mengumpulkan Karya (tulisan, vidio, infografis, microblog dll) tentang demokrasi dan Keberagaman. Setelah proses seleksi wawancara peserta yang dinyatakan lulus berhak untuk mengikuti kursus demokrasi, Toleransi dan Advokasi yang diselenggarakan oleh LAPAR Sulsel. Setelah peserta KUDETA mengikuti materi selama empat hari, peserta akan didampingi secara berkala selama tiga bulan untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan terkait isu-isu yang di fokuskan LAPAR yaitu Toleransi, Pluralisme dan Kebudayaan. 

Timeline Kegiatan:

  • Pendaftaran: 1 – 13 Mei 2023
  • Sesi Wawancara: 17 – 18 Mei 2023
  • Pengumuman Peserta Terpilih: 20 Mei 2023
  • Pelaksanaan KUDETA Angkatan III: 22 – 26 Mei 2023

Waktu dan Tempat

Kegiatan ini akan diselenggarakan selama 4 (empat) hari pada:

Hari/tanggal : Senin-Kamis/22-26 Mei 2023

Tempat : Kantor LAPAR Sulsel (Jl.Toddopuli 7 Stp. 2 Nomor 8, Makassar)

Persyaratan Peserta KUDETA:

KUDETA LAPAR Sulsel menyasar anak muda yang tertarik pada isu demokrasi, toleransi dan kebudayaan serta punya keinginan melakukan advokasi komunitas lokal dan kelompok marjinal di Sulawesi Selatan. Kriteria tersebut meliputi:

  1. Mengisi formulir pendaftaran melalu link: https://s.id/kudeta3
  2. Berusia 20-26 tahun 
  3. Tertarik dengan isu demokrasi, keberagaman, dan kebudayaan
  4. Membuat karya berupa tulisan, video, microblog, infografis tentang demokrasi, keberagaman, dan kebudayaan (pilih satu)
  5. Bersedia menjadi volunteer pasca KUDETA
  6. Bersedia terlibat dalam advokasi komunitas lokal dan marjinal di Sulawesi selatan
  7. Memiliki pengalaman berorganisasi
  8. Bersedia mengikuti seluruh rangkaian KUDETA selama 4 hari di Kantor LAPAR Sulsel.

    Narahubung: Susan Alwia https://wa.me/6285394775012

Terbaru

Lainnya